Senin, 29 Juni 2009

LINGKUNGAN PESISIR PANTAI TAKISUNG

Lahan basah adalah istilah kolektif tentang ekosistem yang pembentukannya dikuasai air, dan proses serta cirinya dikendalikan air. Suatu lahan basah adalah suatu tempat yang cukup basah selama waktu cukup panjang bagi pengembangan vegetasi dan organisme lain yang teradaptasi khusus. Salah satunya yaitu pantai, pantai yang akan diceritakan di sini adalah pantai Takisung.

Takisung adalah nama kota kecil yang terletak di pesisir selatan provinsi Kalimantan Selatan, sebuah wilayah yang merupakan batas antara ekosistem laut dan daratan. Kawasan pantai, hutan mangrove dan persawahan pasang surut merupakan rona alam yang membentang dari garis pantai menuju daratan.

Nelayan dan petani mengeksploitasi alam untuk keperluan hidupnya. Kawasan pesisir ini menjadi habitat berbagai organisme. Flora yang bisa ditemukan di daerah ini yaitu tanaman bakau, pohon kelapa, tanaman-tanaman berakar tunggang lainnya, dan lain-lain. Sedangkan fauna yang bisa ditemukan di daerah ini adalah ular laut, timpakul, berbagai jenis ikan, dan lain-lain. Berdasarkan sumber pengairannya, sawah dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu sawah beririgasi teknik, sawah lebak, sawah pasang surut, sawah oncoran, dan sawah tadah hujan. Jenis sawah yang bisa ditemukan di daerah ini adalah jenis sawah tadah hujan. Para petani memanfaatkan air hujan untuk perairan sawah mereka. Dalam satu tahun rata-rata warga hanya bisa melakukan satu kali panen. Dalam satu kali panen warga bisa mendapatkan hasil sekitar ± 600kg. Jika air laut sedang pasang, para petani terancam gagal panen.

Saat melakukan penelitian didapatkan pH air laut di daerah ini 9 (bersifat basa), tingkat kejernihan air 32cm, kecepatan aliran 1927rpm, dan suhu airnya 25°C. Pesisir juga menjadi wahana bagi manusia untuk beraktivitas dan berekreasi. Masyarakat hidup dari bertani, berkebun, mengumpulkan hasil tangkapan di laut, dan lain-lain. Warga dari daerah lain juga banyak berdatangan ke daerah pantai ini untuk berekreasi, mereka melepaskan rasa lelah mereka bersama keluarga setelah satu minggu sibuk dengan aktivitas mereka. Fakta yang ditemukan di lapangan membuktikan bahwa pesisir telah menjadi habitat yang sangat penting dalam menunjang kehidupan berbagai organisme. Oleh sebab itu, upaya pengelolaan pesisir ini perlu direncanakan dengan seksama.

Pantai Takisung sudah mengalami abrasi yang sangat parah, sehingga tidak jarang saat air laut pasang banyak rumah-rumah warga yang tergenang air. Pembuatan siring dan penanaman mangrove haruslah dilakukan untuk mengurangi terjadinya abrasi yang lebih parah lagi.

Gambar 1. Pantai Takisung yang mengalami abrasi

WADUK BUATAN DI DAERAH DAMIT

Lahan basah adalah suatu wilayah yang tergenang air, baik alami maupun buatan, tetap atau sementara, mengalir atau tergenang, tawar, asin atau payau, termasuk di dalamnya wilayah laut yang ke dalamannya kurang dari 6 m pada waktu air surut paling rendah. Lahan basah dapat dibedakan menjadi Lahan Basah Alami seperti laut, sungai, dan Lahan Basah Buatan seperti waduk, sawah. Lahan basah memiliki peranan yang sangat penting bagi keseimbangan lingkungan serta sebagai sumber kehidupan masyarakat dengan berbagai manfaatnya. Lahan basah yang akan dibahas disini yaitu tentang waduk buatan yang terdapat di daerah Damit, Kalimantan Selatan.

Damit adalah sebuah desa yang terletak di salah satu sudut rangkaian pegunungan Meratus, wilayahnya terletak di dataran tinggi yang hampir seluruhnya tertutup padang ilalang dan hutan-hutan kecil. Damit merupakan salah satu tangkapan air yang sangat penting yang terletak di kawasan selatan pulau Kalimantan. Kawasan ini merupakan contoh dimana hutan telah rusak dan intervensi manusia harus dilakukan untuk mendapatkan air. Di bendungan inilah hampir anak sungai kecil dan air hujan ditampung untuk keperluan pertanian dan perikanan.

Saat dilakukan penelitian didapatkan pH tanah sebesar 6,5, kelembaban tanah 51%, pH air dangkal 8, pH air dalam 9, tingkat kejernihan 3cm, dan suhu airnya 28,5°C. Berbagai macam flora dan fauna ditemukan di daerah ini, misalnya saja teratai, kangkung, berbagai macam ikan, dan lain-lain.

Lahan basah berupa danau buatan ini dibuat untuk menunjang aktivitas warga setempat. Pemeliharaan dan perawatan khusus haruslah dilakukan untuk mengurangi percepatan kerusakan lingkungan di kawasan ini. Masyarakat di daerah ini hidup dari bertani, membudidayakan ikan-ikan, berkebun, dan lain-lain. Sehingga mereka dapat berperan dalam kegiatan ekonomi, kemasyarakatan, dan lain-lain.

Gambar 1. Waduk buatan yag ada di Damit

Minggu, 07 Juni 2009

JAWABAN MIDTEST PLLB

Soal:

1. Buatlah model polusi lahan rawa pasang surut yang telah dikonversi untuk sawah dengan menggunakan metode pertanian intensif. Perbandingan pupuk sintetis dan pupuk kandang yang digunakan adalah 1:2. Laju penguraian pupuk berbanding 2:6. Untuk menguraiakan pupuk tersebut diperlukan air sebanyak 1000 liter per bulan per hektar lahan. Untuk menghasilkan 5 ton gabah kering per tiga bulan diperlukan 100 kg pupuk sintetis. Untuk mengejar target produksi tahunan sebesar 5 M ton per tahun apa yang harus dilakukan jika pemakaian pupuk tidak boleh lebih dari 150 kg per hektar.

2. Untuk menaikkan pH air di kawasan budidaya perikanan dari 4 menjadi 5 diperlukan 100 ton kapur per bulan. Jika 1 liter air dengan pH 4 dirubah menjadi 5 diperlukan 1 gram kapur. Berapakah jumlah air yang digunakan dalam kegiatan budidaya perikanan tersebut per bulan?

3. Sebutkan nama 6 sungai besar yang berasal dari pegunungan meratus dan bermuara di kawasan rawa (cekungan Barito) dan di sungai Barito!

Jawab:

1. Diketahui: pupuk sintetis : pupuk kandang = 1:2

Perbandingan laju penguraian = 2:6

V air untuk penguraian = 1000 liter/bulan.hektar lahan

5 ton gabah kering/3 bulan → 100 kg pupuk sintetis

target produksi = 5 M ton/tahun

syarat: massa pupuk ≤ 150 kg/hektar

Ditanya : apa yang harus dilakukan jika pemakaian pupuk tidak boleh lebih dari 150 kg per hektar?

Penyelesaian:

Massa gabah kering = 5 ton/3 bulan = 1.250.000 ton/3 bulan, karena target produksi sebesar 5 M ton/tahun jadi per 3 bulannya sebanyak 1.250.000 ton. Massa pupuk sintetis = 100 kg = 25.000.000 kg. Massa pupuk kandang = 200 kg = 50.000.000kg, karena massa pupuk kandang 2 kali lebih banyak dari pupuk sintesis.

Jadi, total pupuk yang digunakan untuk memenuhi target sebanyak 75 x 106 kg/hektar, sedangkan syaratnya adalah hanya 150 kg/hektar.

Massa pupuk yang diperlukan : Massa pupuk menurut syarat = 5 x 105 : 1

Dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa yang harus dilakukan adalah memperluas lahan sawah menjadi 500.000 atau 5 x 105 hektar.

2. Diketahui: massa kapur untuk menaikkan pH 4 ® 5 = 100 ton/bulan

1 liter air = 1 gram kapur

Ditanya : volume air/bulan = ... ?

Penyelesaian:

Ketentuan:

1 ton = 1000 kg

100 ton = 100.000 kg

= 100.000.000 gram

Perbandingan antara massa kapur dengan volume air yang digunakan:

1 gr = 1 liter

100.000.000 gram = 100.000.000 liter

Jadi, air yang diperlukan untuk menaikkan pH 4 menjadi 5 sebanyak 100.000.000 liter/bulannya..

3. 6 sungai besar yang berasal dari pegunungan meratus:

1. Sungai Nagara.

2. Sungai Amandit.

3. Sungai Riam kanan.

4. Sungai Martapura.

5. Sungai Alalak.

6. Sungai Kahayan.

Selasa, 02 Juni 2009

DAMPAK POLUSI LAHAN BASAH TERHADAP PERTANIAN

Indonesia memiliki kawasan gambut dan lahan basah air tawar yang sangat luas, yaitu sekitar 19 juta hektar atau 10 persen dari luas wilayah Negara. Delapan puluh sembilan persen diantaranya berupa lahan gambut, yang sebagian besar terletak di Papua Barat, Sumatra dan Kalimantan. Lahan-lahan basah tropis ini secara alami tertutup rapat oleh vegetasi hutan dan seringkali memiliki jenis-jenis kayu bernilai tinggi (namun pembalakan yang dilakukan di areal gambut tidak lestari). Hutan-hutan ini memainkan peranan penting sebagai tempat penyimpan karbon, konservasi keanekaragaman hayati, dan sebagai pengatur hidrologi. Hutan-hutan ini juga berfungsi sebagai tempat pemuliaan untuk ikan-ikan yang dipasarkan di dalam negeri maupun untuk ekspor. Banyak orang yang bergantung kepada lahan-lahan basah ini untuk mendukung kehidupannya, umumnya dalam kegiatan perikanan, pembalakan dan pertanian.


Lahan basah Indonesia telah mengalami kerusakan akibat bencana kebakaran dalam beberapa tahun terakhir ini. Kebakaran hutan pada lahan basah terjadi di atas areal seluas 2,1 juta hektar atau 18 persen dari total wilayah kebakaran hutan dan lahan di Indonesia. Seperti telah diduga, sebagian besar wilayah yang terbakar terjadi di tempat pembalakan atau di lahan basah yang dikeringkan, seperti yang terjadi di Sumatera Selatan. Namun hutan gambut seperti di daerah Mahakam Tengah dan Taman Nasional Berbak yang tidak banyak kegiatan pembalakan juga terbakar dikarenakan intervensi manusia (seperti perburuan kura-kura dan pembalakan) meningkat di dalam hutan. Kebakaran juga merupakan hal yang biasa terjadi, tetapi dalam skala yang lebih kecil dan terbatas untuk wilayah yang mudah dijangkau seperti di sepanjang sungai dan danau. Namun demikian, lahan gambut yang gundul dan dikeringkan menjadi tempat-tempat kebakaran tahunan yang utama, seperti yang terjadi di Kalimantan Tengah dan Barat, dan baru-baru ini di Riau. Dibandingkan dengan kebakaran di lahan kering, kebakaran di lahan basah cenderung mengakibatkan kerusakan lingkungan yang lebih parah pada tingkat regional dan global. Kebakaran tersebut telah menjadi penyebab utama terjadinya kabut asap tahunan yang menyelimuti wilayah Asia Tenggara dan menimbulkan efek rumah kaca yang mempengaruhi pemanasan global. Kabut asap pada wilayah Asia Tenggara terjadi karena kebakaran lahan basah di Indonesia dan menghasilkan emisi karbon sebesar 0,81-2,57 Gt6, sehingga menjadikan Indonesia sebagai penghasil polusi udara terbesar di dunia. Di Kalimantan dan Sumatera, kebakaran yang terulang kembali dan gangguan lainnya di lahan basah telah menyebabkan deforestasi yang meluas, kerusakan hutan, dan hilangnya keanekaragaman hayati. Di Kalimantan Timur, kebakaran yang terjadi berulang telah merubah bentang alam menjadi daerah tergenang yang terbuka dan danau dangkal, sejalan dengan hilangnya tanah gambut dengan vegetasi di atasnya karena peristiwa kebakaran.

Gambar 1. Kebakaran Hutan


Api merupakan alat pengelolaan lahan basah yang paling murah dan efektif bagi masyarakat, dan merupakan salah satu penyebab utama kebakaran lahan basah di Sumatera dan Kalimantan Timur. Api digunakan oleh masyarakat untuk membersihkan tumbuhan dan mempermudah akses menuju lahan gambut untuk menangkap ikan, menebang kayu, dan memperoleh hasil lainnya. Selain itu, api juga digunakan untuk membersihkan lahan untuk pengolahan tanah pertanian, untuk merangsang pertumbuhan rumput muda untuk pakan ternak sapi. Sampai saat ini, belum ada alternatif lain yang lebih efektif dan mungkin dilakukan oleh masyarakat lokal selain pembakaran. Tidak ada pengendalian pembakaran karena kebakaran lahan basah sulit untuk dikendalikan. Selain itu, masyarakat berpandangan bahwa kebakaran lahan basah tidak perlu dikontrol. Pembakaran yang dilakukan masyarakat pada umumnya dalam skala kecil dan tidak menjadi masalah, kecuali pada kasus kebakaran pada lahan gambut yang dikeringkan. Kegiatan masyarakat secara intensif dan kondisi hutan yang kering telah menyebabkan terjadinya kebakaran yang menyebar kemana-mana. Beberapa perusahaan hutan tanaman industri (HTI) besar yang beroperasi di lahan gambut menyatakan bahwa mereka telah memberlakukan larangan yang keras untuk tidak melakukan pembakaran guna pembukaan lahan. Pada wilayah lahan basah di Lampung, konflik penguasaan lahan antara masyarakat lokal dengan perusahaan yang akan membangun perkebunan kelapa terjadi berulang-ulang dan berujung pada kegiatan pembakaran. Sebaliknya, pembakaran tidak terjadi pada pembangunan kebun kelapa sawit yang dibangun dengan sistem kemitraan dengan masyarakat lokal.


Walaupun masih dipertentangkan penyebab kebakaran antara perusahaan dengan masyarakat, tetapi pembangunan berskala besar secara tidak langsung turut menyebabkan terjadinya kebakaran yang meluas. Pembalakan yang dilakukan HPH, pembangunan HTI dan perkebunan serta transmigrasi telah membuat lahan basah mudah terbakar dan memperluas pengelolaan lahan basah oleh masyarakat yang berbasis pengunaan api. Kegiatan pembalakan telah menambah bahan bakar dari kayu yang mati dan biomas yang padat, mempercepat pengeringan karena tajuk menjadi terbuka, dan meningkatkan akses ke dalam hutan. Pengeringan gambut telah membuat gambut menjadi mudah terbakar dan meningkatkan akses melalui kanal ke wilayah lahan gambut yang terpencil. Banyak proyek-proyek transmigrasi di lahan basah telah gagal karena struktur tanah gambut rusak, kesulitan dengan pengelolaan air, tanah yang mengandung asam sulfat, dan kesuburannya rendah. Dengan kegagalan pertanian, masyarakat transmigran di Sumatera Selatan telah menerapkan budidaya tanaman padi di lahan basah dengan melakukan pembakaran selama musim kering dan penebangan kayu skala kecil pada hutan di sekitarnya. Hal ini telah meningkatkan bahaya kebakaran dan menyebarnya api pada lahan basah. Pembangunan HTI dalam skala besar pada lahan gambut juga mengandung resiko karena biayanya tinggi, produktivitasnya rendah, dan sulitnya mengelola lingkungan sosial dan biofisik secara lestari. Area transmigrasi dan HTI yang gagal kemungkinan menjadi wilayah titik api yang terjadi setiap tahun.

Gambar 2. Pengeringan Lahan Gambut

Rekomendasi utama untuk mengatasi masalah kebakaran lahan basah dengan peningkatan mata pencaharian dan pengelolaan yang lestari:

1. Pada lahan yang telah rusak atau masih berhutan namun terdapat tekanan kegiatan mata pencaharian, dikembangkan kebijakan untuk mengendalikan kebakaran, menghentikan kerusakan lingkungan dan membatasi kegiatan penduduk yang tidak lestari sambil memberikan dukungan mata pencaharian. Kegiatan-kegiatan yang direkomendasikan termasuk:

a. Melakukan kajian kelayakan teknis dan sosial ekonomi untuk implementasi pengendalian kebakaran pada lahan basah yang digunakan sepanjang aliran air, khususnya pada musim kering yang panjang.

b. Rehabilitasi, lindungi, dan batasi kegiatan masyarakat pada lahan basah di luar wilayah sepanjang tepi sungai dan danau untuk mencegah kebakaran yang besar, kabut asap, emisi karbon, dan kerusakan lingkungan.

c. Kembangkan pilihan mata pencaharian yang memungkinkan dan layak, seperti pembangunan tanaman skala kecil, agroforestry, dan budidaya perikanan pada tempat yang lebih sesuai yang semuanya akan meningkatkan kondisi ekonomi setempat sambil mengurangi masalah kebakaran dan kerusakan sumberdaya.

d. Sebagai bagian dari pembangunan pedesaan, masyarakat perlu diajak untuk bermusyawarah dan menyetujui dalam pengendalian kebakaran dan melindungi areal lahan basah yang lebih luas di luar wilayah-wilayah yang biasa terbakar tiap tahun. Perlu dibuat sistem insentif, peningkatan kesadaran, pembentukan lembaga masyarakat, pembuatan peraturan yang dapat mendukung dalam pelaksanaan kegiatan pengendalian kebakaran tersebut.

2. Pada wilayah transmigrasi yang telah terbentuk, berikan dukungan kepada masyarakat yang melakukan perubahan dari menanam tanaman tahunan kepada tanaman perkebunan atau agroforestry melalui kemitraan dengan perusahaan. Hal ini akan membantu meningkatkan kesejahteraan dan menghindari bahaya kebakaran yang terjadi setiap tahun.

3. Untuk hutan gambut yang letaknya terpencil, pertimbangkan kembali kebijakan pembangunan untuk mencegah kebakaran dan kerusakan lingkungan yang terjadi terus menerus. Hindari kegiatan yang berskala besar (seperti pembalakan oleh HPH, pembangunan transmigrasi dan tanaman industri) yang dapat menimbulkan deforestasi atau pengeringan lahan gambut, peningkatan akses masuk ke lahan gambut, dan peningkatan tekanan penduduk atas wilayah-wilayah yang marginal.

4. Kaji ulang kesesuaian alokasi penggunaan lahan basah yang telah ada untuk kegiatan pembalakan komersil dan pembangunan tanaman industri, atau untuk konservasi atau pemanfaatan oleh masyarakat di berbagai lokasi. Dalam kajian tersebut libatkan para pemangku kepentingan yang terkait.

Selasa, 26 Mei 2009

DANAU TIGA WARNA

Lahan basah adalah istilah kolektif tentang ekosistem yang pembentukannya dikuasai air, dan proses serta cirinya dikendalikan air. Suatu lahan basah adalah suatu tempat yang cukup basah selama waktu cukup panjang bagi pengembangan vegetasi dan organisme lain yang teradaptasi khusus. Lahan basah ditakrifkan (define) berdasarkan tiga parameter, yaitu hidrologi, vegetasi hidrofitik, dan tanah hidrik.

Lahan basah adalah suatu wilayah yang tergenang air, baik alami maupun buatan, tetap atau sementara, mengalir atau tergenang, tawar asin atau payau, termasuk di dalamnya wilayah laut yang ke dalamannya kurang dari 6 m pada waktu air surut paling rendah.

Ø Di Indonesia, lahan basah utama diklasifikasikan sebagai berikut:

· Rawa.

· Hutan mangrove.

· Terumbu karang.

· Padang lamun.

· Danau.

· Muara.

· Sungai.

· Sawah.

· Tambak dan kolam garam.

Ø Manfaat lahan basah:

· Mencegah banjir.

· Mencegah habrasi pantai.

· Mencegah intrusi air laut.

· Menghasilkan material alam yang bernialai ekonomis, seperti kayu, bahan obat-obatan, dsb.

· Menyediakan kebutuhan manusia akan air minum, irigasi, mck, dsb.

· Sebagai sarana transportasi.

· Sebagai lokasi pendidikan dan sarana penelitian.


Lahan basah yang akan dibahas disini yaitu tentang danau kawah. Danau kawah (crater lake atau volcanic lake) adalah massa air (danau) yang menutupi permukaan suatu kawah gunung api. Sekitar 12% dari 700-an gunung api yang ada di bumi kawahnya tertutupi oleh massa air. Di Indonesia terdapat beberapa danau kawah, yang terkenal adalah Danau Toba, Kawah Ijen, Kawah Kelud, Segara Anak di Gunung Rinjani, serta kompleks Kelimutu. Keadaan fisik dan kimia danau kawah berbeda-beda, tergantung aktivitas gas magma serta interaksi batuan dengan cairan antara permukaan magma dan situasi di bawah permukaan. Perubahan-perubahan pada kondisi danau menunjukkan dinamika dan kerumitan proses yang terjadi di danau karena berbagai proses fisika dan kimiawi terjadi dalam waktu bersamaan. Danau kawah berfungsi pula sebagai "kondensator" panas dan saringan gas yang keluar dari magma. Danau kawah yang menutupi kawah aktif biasanya memiliki pH sangat rendah (0-2) sehingga praktis sangat beracun bagi sebagian besar makhluk hidup. Warna danau yang dipengaruhi keluaran gas belerang (H2S dan SO2) biasanya berwarna hijau cerah (seperti di Kawah Ijen). Warna ini dapat berubah sewaktu-waktu menjadi kuning atau putih, tergantung kepekatan gas yang keluar. Gas lain yang dapat dikeluarkan kawah adalah gas klor, fluor, CO serta CO2. Komposisi gas-gas yang terlarut atau bereaksi dengan air dan mineral mengakibatkan perbedaan warna danau, seperti yang mudah terlihat pada kompleks Kelimutu.

Mengambil contoh Danau Kelimutu, yang terletak di Kabupaten Ende, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur ini dikenal sebagai danau tiga warna. Dinding danau yang indah ini rawan longsor. Sayangnya, keindahan Danau Kelimutu tak seindah sistem pengelolaannya. Sejumlah fasilitas, terutama sarana untuk wisatawan, kini banyak dalam kondisi rusak dan tak terawat. Perubahan warna danau yang sering terjadi di tiga kawah terpisah bekas letusan Gunung Kelimutu itu menjadi keunikan yang tak ada duanya di dunia. Danau Kelimutu sesungguhnya merupakan salah satu obyek wisata andalan Flores. Untuk mencapai danau yang terletak sekitar 51 kilometer arah timur dari Kota Ende itu. Pemandangan di kawasan itu sangat mempesona. Kabut putih tebal yang bergerak perlahan menutupi puncak Gunung Kelimutu ( kurang lebih 1.640 meter di atas permukaan laut) merupakan salah satu pemandangan yang sangat khas di sekitar tiga danau berwarna di atas puncak gunung. Ketiga danau itu mempunyai luas sekitar 1.051.000 m2 dengan volume air 1.292 juta meter kubik. Sedangkan berdasarkan hasil perhitungan melalui google earth didapatkan luasnya yaitu sekitar 1.005.600 m2. Batas antar danau adalah dinding batu sempit yang mudah longsor. Dinding ini sangat terjal dengan sudut kemiringan 70 derajat. Ketinggian dinding danau berkisar antara 50 sampai 150 meter. Potensi flora/tumbuhan yang terdapat dikawasan ini antara lain pinus, cemara, kayu merah dan edelweiss. Sedangkan fauna yang dapat kita jumpai antara lain rusa, babi hutan, ayam hutan dan elang.

Ditinjau dari letak geografisnya, Nusa Tenggara terbagi atas:

· Nusa Tenggara Barat (NTB), yang meliputi pulau Lombok dan Sumbawa.

· Nusa Tenggara Timur (NTT), yang meliputi tiga pulau besar, yaitu pulau Flores, pulau Sumba, danpulau timor. Singkatan dari nama ketiga pulau di NTT ini: Flobamor (Flores-Sumba-Timor), menjadi sebutan khas untuk NTT.


Di Nusa Tenggara Timur sendiri terdapat sekitar 550-an pulau.
Secara geografis, wilayah NTT terletak di antara BB 118° and 125°, BS 118° and 125°, dan BT 8° and 12°. Dengan titik koordinat 8
°46’31.81” S dan 121°46’37.58” T.


Danau Kelimutu (Danau Tiga Warna) terletak pada titik koordinat 8°46’12.00” S dan 121°49’12.00” T. Gunung Kelimutu adalah gunung berapi yang terletak di Pulau Flores, Provinsi NTT, Indonesia. Lokasi gunung ini tepatnya di Desa Koanara, Kecamatan Wolowaru, Kabupaten Ende. Gunung ini memiliki tiga buah danau kawah di puncaknya. Danau ini dikenal dengan nama Danau Tiga Warna karena memiliki tiga warna yang berbeda, yaitu merah, biru, dan putih. Walaupun begitu, warna-warna tersebut selalu berubah-ubah seiring dengan perjalanan waktu. Kelimutu merupakan gabungan kata dari "keli" yang berarti gunung dan kata "mutu" yang berarti mendidih. Menurut kepercayaan penduduk setempat, warna-warna pada danau Kelimutu memiliki arti masing-masing dan memiliki kekuatan alam yang sangat dahsyat.